NAMA : PUTRI ARTYANTI
NPM : 13109309
KELAS : 2KA21
1. Pengertian pasar
Dalam pengertian yang sederhana atau sempit pasar adalah tempat terjadinya transaksi jual beli (penjualan dan pembelian) yang dilakukan oleh penjual dan pembeli yang terjadi pada waktu dan tempat tertentu.
Definisi secara luas menurut W.J. Stanton pasar adalah orang-orang yang mempunyai keinginan untuk memenuhi kebutuhan, uang untuk belanja serta kemauan untuk membelanjakannya.
2. Jenis – jenis pasar
Jenis pasar menurut bentuk kegiatannya.
Menurut dari bentuk kegiatannya pasar dibagi menjadi 2 yaitu pasar nyata ataupun pasar tidak nyata(abstrak).
Maka kita lihat penjabaran berikut ini:
Maka kita lihat penjabaran berikut ini:
· Pasar Nyata.
Pasar nyata adalah pasar diman barang-barang yang akan diperjual belikan dan dapat dibeli oleh pembeli. Contoh pasar tradisional dan pasar swalayan.
· Pasar Abstrak.
Pasar abstrak adalah pasar dimana para pedagangnya tidak menawar barang-barang yang akan dijual dan tidak membeli secara langsung tetapi hanya dengan menggunakan surat dagangannya saja. Contoh pasar online, pasar saham, pasar modal dan pasar valuta asing.
Jenis pasar menurut cara transaksinya.
Menurut cara transaksinya, jenis pasar dibedakan menjadi pasar tradisional dan pasar modern.
· Pasar Tradisional
Pasar tradisional adalah pasar yang bersifat tradisional dimana para penjual dan pembeli dapat mengadakan tawar menawar secar langsung. Barang-barang yang diperjual belikan adalah barang yang berupa barang kebutuhan pokok.
· Pasar Modern
Pasar modern adalah pasar yang bersifat modern dimana barang-barang diperjual belikan dengan harga pas dan denganm layanan sendiri. Tempat berlangsungnya pasar ini adalah di mal, plaza, dan tempat-tempat modern lainnya.
Jenis – Jenis Pasar menurut jenis barangnya.
Beberapa pasar hanya menjual satu jenis barang tertentu , misalnya pasar hewan,pasar sayur,pasar buah,pasar ikan dan daging serta pasar loak.
Jenis – Jenis Pasar menurut keleluasaan distribusi.
Menurut keluasaan distribusinya barang yang dijual pasar dapat dibedakan menjadi:
· Pasar Lokal
· Pasar Daerah
· Pasar Nasional dan
· Pasar Internasional
Adapun jenis – jenis pasar dalam ekonomi :
1. Pasar Barang
Pasar barang adalah pasar yang menjual produk dalam bentuk barang. Pasar barang dapat dibagi lagi menjadi dua macam, yakni :
a. Pasar Barang Nyata / Riil
Pasar barang nyata adalah pasar yang menjual produk dalam bentuk barang yang bentuk dan fisiknya jelas. Contohnya adalah pasar kebayoran lama, pasar senen, pasar malam, pasar kaget, dan lain-lain.
b. Pasar Barang Abstrak
Pasar barang abstrak adalah pasar yang menjual produk yang tidak terlihat atau tidak riil secara fisik. Contoh jenis pasar ini adalah pasar komoditas / komoditi yang menjual barang semu seperti pasar karet, pasar tembakau, pasar timah, pasar kopi dan lain sebagainya.
2. Pasar Jasa / Tenaga
Pasar jasa adalah pasar yang menjual produknya dalam bentuk penawaran jasa atas suatu kemampuan. Jasa tidak dapat dipegang dan dilihat secara fisik karena waktu pada saat dihasilkan bersamaan dengan waktu mengkonsumsinya. Contoh pasar jasa seperti pasar tenaga kerja, Rumah Sakit yang menjual jasa kesehatan, Pangkalan Ojek yang menawarkatn jasa transportasi sepeda motor, dan lain sebagainya.
3. Pasar Uang dan Pasar Modal
a. Pasar Uang
Pasar Uang adalah pasar yang memperjual belikan mata uang negara-negara yang berlaku di dunia. Pasar ini disebut juga sebagai pasar valuta asing / valas / Foreign Exchange / Forex. Resiko yang ada pada pasar ini relatif besar dibandingkan dengan jenis investasi lainnya, namun demikian keuntungan yang mungkin diperoleh juga relatif besar. Contoh adalah transaksi forex di BEJ, BES, agen forex, di internet, dan lain-lain.
b. Pasar Modal
Pasar Modal adalah pasar yang memperdagangkan surat-surat berharga sebagai bukti kepemilikan suatu perusahaan bisnis atau kepemilikan modal untuk diinvestasikan sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat. Contohnya seperti saham, reksadana, obligasi perusahaan swasta dan pemerintah, dan lain sebagainya.
3. Metode perhitungan pendapatan Nasional
Ada tiga cara penghitungan pendapatan nasional, yaitu:
1. Metode Output (Output Approach) atau Metode Produksi
Menurut metode ini, PDB adalah total output (produksi) yang dihasilkan oleh suatu perekonomian. Cara penghitungan dalam praktik adalah dengan membagi-bagi perekonomian menjadi beberapa sektor produksi (industrial origin). Jumlah output masing-masing sektor merupakan jumlah output seluruh perekonomian. Hanya saja, ada kemungkinan bahwa output yang dihasilkan suatu sektor perekonomian berasal dari output sektor lain. Atau bisa juga merupakan input bagi sektor ekonomi yang lain lagi. Dengan kata lain, jika tidak berhati-hati akan terjadi penghitungan ganda (double counting) atau bahkan multiple counting. Akibatnya angka PDB bisa menggelembung beberapa kali lipat dari angka yang sebenarnya. Untuk menghindari hal tersebut, maka dalam perhitungan PDB dengan metode produksi, yang dijumlahkan adalah nilai tambah (value added) masing-masing sektor.
2. Metode Pendapatan (Income Approach)
Metode pendapatan memandang nilai output perekonomian sebagai nilai total balas jasa atas faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi.
Kemampuan entrepreneur ialah kemampuan dan keberanian mengombinasikan tenaga kerja, barang modal, dan uang untuk menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.
Balas jasa untuk tenaga kerja adalah upah atau gaji. Untuk barang modal adalah pendapatan sewa. Untuk pemilik uang/aset finansial adalah pendapatan bunga. Sedangkan untuk pengusaha adalah keuntungan. Total balas jasa atas seluruh faktor produksi disebut Pendapatan Nasional (PN).
Kemampuan entrepreneur ialah kemampuan dan keberanian mengombinasikan tenaga kerja, barang modal, dan uang untuk menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat.
Balas jasa untuk tenaga kerja adalah upah atau gaji. Untuk barang modal adalah pendapatan sewa. Untuk pemilik uang/aset finansial adalah pendapatan bunga. Sedangkan untuk pengusaha adalah keuntungan. Total balas jasa atas seluruh faktor produksi disebut Pendapatan Nasional (PN).
3. Metode Pengeluaran (Expenditure Approach)
Menurut metode pengeluaran, nilai PDB merupakan nilai total dalam perekonomian selama periode tertentu.
Menurut metode ini ada beberapa jenis agregat dalam suatu perekonomian:
1) Konsumsi Rumah Tangga (Household Consumption)
Pengeluaran sektor rumah tangga dipakai untuk konsumsi akhir, baik barang dan jasa yang habis dalam tempo setahun atau kurang (durable goods) maupun barang yang dapat dipakai lebih dari setahun/barang tahan lama (non-durable goods).
2) Konsumsi Pemerintah (Government Consumption)
Yang masuk dalam perhitungan konsumsi pemerintah adalah pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang digunakan untuk membeli barang dan jasa akhir (government expenditure). Sedangkan pengeluaran-pengeluaran untuk tunjangan-tunjangan sosial tidak masuk dalam perhitungan konsumsi pemerintah.
3) Pembentukan Modal Tetal Domestik Bruto (Investment Expenditure)
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) merupakan pengeluaran sektor dunia usaha. Yang termasuk dalam PMTDB adalah perubahan stok, baik berupa barang jadi maupun barang setengah jadi.
4) Ekspor Neto (Net Export)
Yang dimaksud dengan ekspor bersih adalah selisih antara nilai ekspor dengan impor. Ekspor neto yang positif menunjukkan bahwa ekspor lebih besar daipada impor. Perhitungan ekspor neto dilakukan bila perekonomian melakukan transaksi dengan perekonomian lain (dunia).
4. Masalah perhitungan pendapatan Nasional
Dalam melakukan perhitungan pendapatan nasional, terdapat berbagai kendala, terutama di Indonesia. Masalah tersebut antara lain adalah
- Ketersediaan data dan informasi, karena tidak semua kegiatan ekonomi terdokumentasi dengan baik.
- Pemilihan kegiatan produksi yang termasuk dalam perhitungan. Sebagai contoh adalah kegiatan produksi dalam rumah tangga seperti mencuci dan memasak, menanam palawijo untuk konsumsi pribadi, kegiatan yang menyalahi hukum seperti transaksi jual beli obat terlarang dan prostitusi, serta tunjangan yang tidak berupa uang, tidak termasuk dalam perhitungan pendapatan nasional.
- Penghitungan dua kali kerapkali terjadi ketika bahan yang sama dikonsumsi oleh orang yang berbeda. Misalnya gula dan tepung yang dibeli oleh ibu rumah tangga dapat dianggap sebagai barang jadi, namun jika bahan tersebut dibeli oleh bakery shop, maka dianggap sebagai barang setengah jadi. Apabila nilai produksi tepung dan gula dimasukkan dalam perhitungan produksi roti/kue, maka akan terjadi perhitungan dua kali.
- Penentuan harga barang yang berlaku, karena tidak semua tempat menggunakan harga yang sama, bergantung pada lokasi, musim, harga dollar, dan lain sebagainya.
- Investasi bruto dan investasi neto, dimana terdapat perbedaan akibat depresiasi, terutama untuk menghitung investasi yang dilakukan oleh negara.
- Informasi kenaikan harga barang membutuhkan informasi indeks harga. Penentuan indeks harga itu sendiri memiliki beberapa masalah, seperti penentuan barang yang akan digunakan dalam perhitungan.
5. APBN 2010
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh DPR. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan undang-undang.
Tahapan penyusunan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban APBN :
1. Pemerintah mengajukan Rancangan APBN dalam bentuk RUU tentang APBN kepada DPR. Setelah melalui pembahasan, DPR menetapkan Undang-Undang tentang APBN selambat-lambatnya 2 bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan.
2. Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN dituangkan lebih lanjut dengan peraturan presiden.
PELAKSANAAN APBN-P TAHUN 2010
Pelaksanaan APBN-P tahun anggaran 2010 secara umum mencatat kinerja yang cukup menggembirakan. Selain didukung oleh keberhasilan berbagai langkah kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah dalam rangka mengamankaan pelaksanaan APBN 2010, kinerja APBN-P 2010 juga tidak terlepas dari pengaruh perkembangan kondisi ekonomi makro yang cukup baik.
a. Dengan melihat pertumbuhan ekonomi hingga triwulan III tahun 2010 yang mencapai 5,9%, pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2010 diperkirakan dapat mencapai 6,0%, lebih tinggi dari asumsi pertumbuhan ekonomi dalam APBN-P 2010 sebesar 5,8%.
b. Tingkat inflasi selama tahun 2010 dapat dikendalikan pada kisaran 6,75%. Angka ini lebih tinggi dari perkiraan semula dalam APBN-P 2010 sebesar 5,3%. Hal ini terutama disebabkan oleh tingginya iflasi pada volatile foodberkenaan dengan terganggunya pasokan beberapa komoditas pangan, seperti beras dan kelompok aneka bumbu-bumbuan, antara lain akibat tidak menentunya iklim, dan terjadinya bencana alam.
c. Realisasi rata-rata tingkat suku bunga SBI-3 bulan dalam tahun 2010 mencapai 6,75%, atau mendekati asumsinya dalam APBN-P 2010 sebesar 6,5%.
d. Realisasi rata-rata nilai tukar Rupiah dalam tahun 2010 mencapai Rp9.087/US$, menguat dari asumsinya dalam APBN-P sebesar rata-rata Rp9.200/US$. Penguatan ini antara lain berkaitan dengan besarnya cadangan devisa akibat kuatnya arus modal asing yang masuk ke Indonesia, yang menyebabkan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap nilai tukar rupiah.
e. Realisasi harga minyak mentah Indonesia dalam tahun 2010 rata-rata mencapai US$78,07/barel, sedikit dibawah perkiraanAPBN-P 2010 sebesar US$80,0/barel.
f. Realisasi lifting minyak mentah Indonesia dalam tahun 2010 hanya mencapai 954 ribu barel per hari, lebih rendah dari targetAPBN-P 2010 sebesar 965 ribu barel per hari.
Berdasarkan perkembangan berbagai indikator ekonomi makro tahun 2010 di atas, dan didukung oleh berbagai langkah kebijakan yang telah ditempuh oleh pemerintah,baik dalam rangka mengamankan penerimaan negara, mempercepat dan memperlancar pelaksanaan belanja negara,maupun mengupayakan pemenuhan sasaran pembiayaan anggaran dengan beban biaya yang murah dan risiko yang rendah selama tahun 2010, maka kinerja realisasi APBN-P tahun 2010 tetap dapat dijaga pada tingkat yang aman.
Defisit anggaran yang dalam APBN-P 2010 semula ditetapkan sebesar Rp133,7 triliun (2,1 persen terhadap PDB), realisasinya mencapai Rp39,5 triliun (0,62 persen terhadap PDB). Lebih rendahnya realisasi defisit anggaran dalam pelaksanaan APBN-P tahun 2010 tersebut,selain berkaitan dengan terlampuinya realisasi pendapatan negara dan hibah dari target,jugadisebabkan oleh lebih rendahnya realisasi belanja negara dibanding dengan pagunya dalam APBN-P.
Dalam tahun 2010, realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai Rp1.014,0 triliun (16,0 persen dari PDB). Pencapaian ini lebih tinggi Rp21,6 triliun (2,2 persen)dari sasaran APBN-P 2010 sebesar Rp992,4 triliun, atau naik Rp165,2 triliun (19,5 persen) dari realisasi tahun 2009 sebesar Rp848,8 triliun. Dari jumlah tersebut, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp744,1 triliun (100,1 persendari sasaran APBN-P 2010 sebesar Rp743,3 triliun), atau naik sebesar Rp124,1 triliun (20 persen) dari realisasi 2009 sebesar Rp619,9 triliun.
Hampir seluruh jenis penerimaan perpajakan, realisasinya melampaui target, kecuali penerimaan PPN dan PPn-BM, serta PPh Non-Migas sedikit dibawah sasaran APBN-P 2010.Realisasi penerimaan PPN dan PPn-BMmencapai Rp251,9 triliun, atau 95,8 % dari sasaran APBN-P 2010 sebesar Rp263,0 triliun. Jika dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2009 sebesar Rp193,1 triliun, kinerja penerimaan PPN dan PPn-BMdalam tahun 2010 tersebut berarti lebih tinggi sebesar Rp58,8 triliun (30,5 persen). Sementara itu, realisasi penerimaan PPh Non-Migas mencapai Rp297,7 triliun, atau 97,0 persen dari target APBN-P 2010 sebesar Rp306,8 triliun. Jika dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2009 sebesar Rp267,6 triliun, kinerja penerimaan PPh Non-Migas dalam tahun 2010 tersebut berarti lebih tinggi sebesar Rp30,2 triliun (11,3 persen). Tidak tercapainya target kedua jenis penerimaan pajak tersebut dalam tahun 2010, antara lain berkaitan dengan besarnya pengembalian penerimaan perpajakan (restitusi) yang masing-masing mencapai Rp26,6 triliun (untuk PPN) dan Rp13,4 triliun (untuk PPh Non-Migas). Hal ini sebagai dampak dari peraturan perundang-undangan perpajakan yang memperbolehkan wajib pajak untuk dapat menunda kewajiban pembayaran pajaknya pada saat mengajukan keberatan dan banding. Sementara itu, realisasi penerimaan cukai mencapai Rp66,2 triliun (111,6% dari target), pajak perdagangan internasional Rp28,9 triliun (127,9% dari target), PBB Rp28,6 triliun (112,9 % dari target), BPHTB Rp8,0 triliun (112,0 % dari target) dan Pajak lainnya Rp4,0 triliun (103,3 % dari target).Pelampuan realisasi penerimaan cukai tersebut berkaitan dengan penyesuaian tarif cukai tembakau, sementara terlampauinya sasaran penerimaan pajak perdagangan internasional berkaitan dengan meningkatnya volume impor sejalan dengan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat,dan naiknya harga rata-rata CPO di pasar internasional menjadi sekitar USD950.
Di sisi lain, realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp267,5 triliun(108,2 persendari sasaran APBN-P 2010 sebesar Rp247,2 triliun), atau naik Rp40,3 triliun (17,8 persen) dari realisasi PNBP tahun 2009 sebesar Rp227,2 triliun. Pencapaian realisasi penerimaan PNBP yang cukup signifikan tersebut, terutama berkaitan dengan terlampauinya sasaran hampir semua jenis PNBP, baik yang berasal dari sumber daya alam Migas dan Non-Migas (103,2 persen), penerimaan laba BUMN (101,9 persen), maupun PNBP lainnya (135,8 persen), kecuali pendapatan BLU yang realisasinya sedikit dibawah sasaran (88,0 persen). Sementara itu, realisasi penerimaan hibah mencapai Rp2,4 triliun, yang berarti 127,4 persen dari sasaran APBN-P 2010 sebesar Rp1,9 triliun, atau naik 45,0 persen dari realisasi hibah tahun 2009 sebesar Rp1,7 triliun.
Di lain pihak, realisasi anggaran belanja negara dalam tahun 2010 mencapai Rp1.053,5 triliun, atau 93,5 persen dari pagu APBN-P 2010 sebesar Rp1.126,1triliun. Jumlah ini berarti naik Rp116,1 triliun atau 12,4 persen dari realisasi belanja negara tahun 2009 sebesar Rp937,4 triliun. Dari realisasi anggaran belanja negara tersebut, realisasi belanja pemerintah pusat mencapai Rp708,7 triliun (90,7 persen dari pagu APBN-P 2010 sebesar Rp781,5 triliun), atau naik sebesar Rp79,9 triliun (12,7 persen) dari realisasi tahun 2009 sebesar Rp628,8 triliun. Pada anggaran belanja pemerintah pusat ini, realisasi belanja pegawai mencapai 90,8 persen dari pagu, antara lain berkaitan dengan adanya penghematan cadangan anggaran pegawai baru, pos honorarium dan vakasi, dan anggaran remunerasi K/L. Sementara itu, realisasi belanja barang juga hanya mencapai 84,1 persen dari pagu, antara lain berkaitan dengan terlalu tingginya tingkat kehati-hatian para pejabat pengadaan barang dan jasa dalam mengambil keputusan. Sejalan dengan itu, realisasi belanja modal hanya mencapai 79,4 persen dari pagu, antara lain berkaitan dengan terhambatnya pelaksanaan berbagai kegiatan pembangunan infrastruktur terutama sebagai akibat tingginya intensitas curah hujan, banyaknya bencana alamdan masalah-masalah dalam pengadaan/pembebasan lahan, adanya penghematan anggaran dari pelaksanaan tender, dan tidak optimalnya penarikan atau pemanfaatan pinjaman luar negeri.Begitu pula, realisasi bunga utang mencapai 83,6 persen dari pagu, karena penghematan beban bunga akibat pengurangan target penerbitan SBN, membaiknya pasar SBN, lebih rendahnya tingkat bunga SBI 3 bulan, dan menguatnya nilai tukar rupiah.
Sementara itu, realisasi subsidi melampaui pagu (106,4 persen), terutama berkaitan dengan lebih tingginya beban subsidi listrik (104,5 persen), dan subsidi non-energi (129,5 persen) akibat adanya subsidi pangan (Raskin) ke 13 dan tambahan subsidi pajak. Demikian pula, realisasi bantuan sosial mencapai 96,1 persen dari pagu, lebih tinggi dari realisasi tahun 2009 (94,7 persen dari pagu). Hal ini terutama berkaitan dengan adanya luncuran program kegiatan PNPM Mandiri 2009 ke tahun 2010, dan meningkatnya bencana alam, termasuk banjir Wasior, Tsunami Mentawai, dan Erupsi Gunung Merapi. Di lain pihak, realisasi anggaran belanja lain-lain (60,8 persen dari pagu), lebih rendah dari realisasi tahun 2009 (73,0 persen dari pagu), antara lain berkaitan dengan tidak adanya realisasi belanja pemilu dan bantuan langsung tunai, serta rendahnya realisasi belanja penunjang.
Selanjutnya, realisasi transfer ke daerah mencapai Rp344,7 triliun (100,03 persen dari pagu APBN-P 2010 sebesar Rp344,6 triliun), atau naik Rp36,1 triliun (11,7 persen) dari realisasi tahun 2009 sebesar Rp308,6 triliun.Dari jumlah tersebut, realisasi dana perimbangan mencapai Rp316,7 triliun, atau Rp2,3 triliun melampaui pagu; terutama karena lebih tingginya realisasi dana bagi hasil pajak, sementara realisasi DAU sesuai pagu, sedangkan realisasi DAK dibawah pagu antara lain berkenaan dengan adanya beberapa daerah yang tidak bisa memenuhi persyaratan penyaluran, seperti tidak menyampaikan laporan penyerapan dan penggunaan dana hingga batas waktu yang telah ditetapkan. Sementara itu, realisasi dana otsus dan penyesuaian mencapai Rp28,0 triliun, atau Rp2,2 triliun dibawah pagu APBN-P sebesar Rp30,2 triliun. Hal ini terutama karena lebih rendahnya realisasi dana penyesuaian, khususnya dana tambahan penghasilan guru, sedangkan realisasi otsus sesuai pagu.
Realisasi pembiayaan anggaran dalam tahun 2010 mencapai Rp86,6 triliun, atau Rp47,1 triliun (35,3 persen) lebih rendah dari target APBN-P 2010 sebesar Rp133,7 triliun. Realisasi ini terutama berasal daripembiayaan dalam negeri Rp95,0 triliun (lebih rendah Rp38,9 triliun dari target APBN-P 2010 sebesar Rp133,9 triliun), atau turun Rp29,0 triliun dari realisasi 2009 sebesar Rp128,1 triliun. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya pengurangan target penerbitan SBN sebesar Rp16,4 triliun (untuk pertama kalinya); dan pengurangan penggunaan SAL sebesar Rp22,0 triliun. Hal ini sesuai dengan kesepakatan antara Pemerintah dan Badan Anggaran DPR-RI pada saat Pembahasan Realisasi Semester I dan Prognosis Semester II APBN-P 2010. Sementara itu, realisasi pembiayaan luar negeri mencapai sebesar negatif Rp8,4 triliun, atau turun Rp8,3 triliun dari target APBN-P 2010 sebesar Rp0,2 triliun. Hal ini terutama berkaitan dengan lebih rendahnya penarikan pinjaman proyekdan realisasi penerusan pinjaman, serta adanya penghematan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri sebagai dampak dari apresiasi kurs rupiah. Dengan realisasi defisit anggaran sebesar Rp39,5 triliun, sementara realisasi pembiayaan anggaran mencapai Rp86,6 triliun, maka dalam pelaksanaan APBN-P 2010 terdapat kelebihan pembiayaan sebesar Rp47,1 triliun sebagai SiLPA, yang dapat digunakan sebagai salah satu sumber pembiayaan anggaran di tahun mendatang.
0 komentar:
Posting Komentar